Peran Pesantren dalam kurikulum pendidikan berbasis Karakter

“Keberadaan lembaga pendidikan khas Nusantara ini (pondok pesantren, pen), sangat membantu pencerdasan kehidupan bangsa Indonesia.” Kojiro Shiojiri (Duta Besar Jepang untuk Indonesia). 

Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan independen yang telah berusia ratusan tahun. Sebuah lembaga pendidikan yang sampai saat ini masih bertahan di tengah tantangan zaman dan arus modernitas ini bahkan mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Pendidikan Karakter 

Pendidikan memiliki tujuan yang diantaranya adalah untuk membentuk karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek (dalam hal ini adalah murid) dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foester, karakter merupakan sesuatu yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas pribadi seseorang dapat diukur.
Sejumlah pakar psikologi menilai bahwa proses pembentukan karakter dipengaruhi oleh dua hal, yakni genetic (keturunan) dan nature and culture (lingkungan). Faktor keturunan atau genetic ini dinilai dapat memengaruhi terhadap karakter seorang anak. Sebuah istilah popular menyatakan “buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya” atau istilah dalam bahasa Inggris “like father like son”. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa seorang anak akan sama persis dengan orang tuanya. Karena factor lain yang justru lebih memiliki pengaruh yang besar terhadap seorang anak adalah factor lingkungan dimana pendidikan merupakan bagian di dalamnya.

Pesantren dan Kurikulum Pendidikan berbasis Karakter 

Sebagai lembaga pendidikan yang telah berusia ratusan tahun ini pesantren diharapkan oleh Negara agar dapat memberikan sumbagan terhadap bangsa dalam kaitannya membentuk karakter yang kuat bagi peserta didiknya, yang dalam hal ini biasa disebut santri. 

Pertanyaannya adalah apakah dalam kurikulum pendidikan yang diajarkan oleh pesantren sudah sesuai dengan standar kurikulum pendidikan berkarakter? Dan bagaimana hasil lulusan pesantren bermasyarakat? 
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah lebih baiknya penulis jelaskan ciri-ciri dasar dalam pendidikan berkarakter. 

  • Kelenturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai. Nilai menjadi sebuah pedoman dalam bertindak.
  • Koherensi yang memberi keberanian.
  • Otonomi, artinya dengan sifat otonom seseorang dapat menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi.
  • Keteguhan dan kesetiaan.
Empat ciri dasar yang dijelaskan oleh Foester ini pada kenyataannya sudah ada dan dipraktekkan dalam pendidikan yang diajarkan oleh pesantren. Sebagai buktinya, pendidikan pesantren sangat menitik beratkan pada pendidikan etik alias moral. Hal ini bisa dibuktikan dengan kurikulum yang diajarkan oleh pesantren dari tingkat ibtidaiyyah hingga aliyah bahwa pendidikan akhlak selalu diajarkan. Dari Akhlaq al-Banin (buku akhlak yang paling kecil), hingga yang agak besar Ta’lim wa al-Muta’allim dan yang besar dan paling terkenal, Ihya’ Ulum al-Din.

Penutup 

Dari uraian makalah singkat ini dapat diketahui bahwa peran lembaga pendidikan pesantren dalam membentuk karakter generasi Bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata. Pendidikan pesantren berkaitan erat dengan pendidikan berbasis moral yang mengajarkan peserta didiknya untuk memiliki karakter kuat dalam membentuk dan meneguhkan pribadi yang berkarakter. 

Catatan: 
Muhammad Idris adalah peneliti di pusat studi dan pengembangan pesantren Jakarta, catatan ini pernah dimuat di Majalah Kharisma Pondok Pesantren Nurul Jadid edisi XVII (juli-desember 2012).
Artikel ini ditulis oleh Muhammad Idris dan diunduh dari http://pesantren.or.id:

0 Response to "Peran Pesantren dalam kurikulum pendidikan berbasis Karakter"

Posting Komentar