A.Pengendalian kekuasaan tasyri’pada periode Rasul
Pada periode ini pengendali kekuasaan tasyri’ adalah Rasul Allah sendiri. Telah terjadi bahwa sebagian shahabat melakukan ijtihad pada periode rasul dan memutuskan sebagian persengketaan dengan ijtihadnya pada sebagian peristiwa hukum. Contohnya :
‘Amr bin Al Ash Yang telah bersabda rasulullah kepadanya pada suatu hari :’’ putuskanlah perkara ini’’ Amr menjawab : Apakah saya berijtihad
sedangkan tuan hadar pula ?’’ rasul menjawab : ’’ ya,jika engkau betul maka bagimu dua pahala dan jika engkau keliru maka bagimu satu pahala ’’.
Perlu kita ketahui,bahwa contoh tersebut tidak dapat diartikan bahwa seseorang selain rasul mempunyai tasyri’pada periode rasul ,karena contoh ini terjadi pada hal-hal yang khusus yang menghalangi mengembalikannya kepada rasul sebab jarak yang jauh atau khawatir ilangnya kesempatan.
B.Sumber tasyri’ (perundang-undangan) pada periode Rasul
Perundang – ungdangan di masa rasul mempunyai dua sumber yaitu Wahyu Ilahi dan Ijtihad rasul sendiri. Apabila timbul sesuatu yang menghendaki peraturan seperti perselisihan, peristiwa hukum, pertanyaan, ataupermintaan fatwa Allah mewahyukan kepada rasulNya satu atau beberapa ayat yang memuat hukum yang dikehendaki. Apabila timbul sesuatu hal yang memerlukan peraturan sedang Allah tidak mewahyukan kepada rasul ayat yang menjelaskan hukum dimaksud, maka rasul berijtihad untuk mengetahui hukumnya.
C.Kiththah Tasyri’yah (garis perundang-undangan) pada periode Rasul
Yang dimaksud dengan khittah tasyri’iah ialah jalan yang diikuti tokoh-tokoh tasyri’ dalam mengembalikan persoalan serta prinsip-prinsip umum yang mereka pelihara. Oleh karena periode ini merupakan periode pembentukan hukum dan peletakan dasar-dasar perundang-undangan, maka garis perundang-undangan dalam periode ini ialah berupa pola dasar bagi perundang-undangan islam.
Sistem yang di tempuh oleh rasul dalam mengembalikan persoalan kepada sumber tasyri’ ialah bila datang kepada hukum, beliau menanti wahyu Allah yang berupa satu atau beberapa ayat yang mengandung hokum Allah.
Adapun prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar pembinaan hukum pada periode takwin di bagi menjadi empat:
1. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.
2. Mensedikitkan pembuatan undang-undang.
3. Memberikan kemudahan dan keringanan.
4.Berjalannya undang-undang sesuai dengan kemaslahatan manusia
D.Pengaruh-pengaruh perundang-undanganyang ditinggalkan periode Rasul
Sumber pertama perundang-undangan ialah wahyu ilahi yang berwujud ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an, sedang sumber ke dua ialah ijtihad rasul yang berwujud hadits-hadits hukum. Koleksi nash-nash ini merupakan pengaruh hukum yang di tinggalkan oleh periode ini. Ia merupakan dasar bagi undang-undang islam dan tempat kembali bagi tiap-tiap mujtahid muslim di masa-masa manapun.
Jumlah materi nash-nash dalam koleksi itu tidak banyak. Ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an terserak-serak dalam sejumlah surat-surat, ayat-ayat kebidanaan berjumlah sekitar 10 ayat secara terserak-serak dalam surat Al-Baqarah dan surat An-Nur. Demikian pula ayat-ayat hukum yang lain.
Adapun hadits hokum, ia telah di kumpulkan oleh para ahli hadits. Satu hal yang memudahkan kepada kita ialah bahwa setiap cabang perundang-undangan telah di kumpul sejumlah ayat-ayat hukum secara tertentu baginya. Koleksi ini merupakan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang secara khusus mengatur tiap-tiap cabang perundang-undangan.
F.Uslub (Gaya Bahasa) Nash-Nash yang terdapat dalam koleksi Nash-Nash.
Ayat-ayat hukum dan hadits-hadits hukum tidak menggunakan uslub dalam menerangkan apa yang di syari’atkan, melainkan menggunakan bermacam-macam gaya bahasa dan berbagai-bagai shighat untuk menggunakan hukum-hukum.
Adapun yang menjadi sebab bermacam-macam gaya bahasa, ialah bahwa nash-nash itu kadang-kadang kondisi mengharuskan adanya gaya bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebab lainnya gaya bahasa ialah karena Al-Qur’an tidak hanya bermaksud menjelaskan apa yang di kandungya, melainkan di samping itu Al-Qur’an di maksudkan pula untuk I’jaz (Membuktikan kelemahan manusia membuat gaya yang menyamai Al-Qur’an), agar menjadi bukti atas kebenaran rasul, sedang di antara segi-segi I’jaz ialah keaneka ragaman gaya bahasanya.
G.Jenis jenis Hukum yang di cakup oleh nash-nash.
Hukum-hukum itu pada garis besarnya di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.Hukum I’tiqodiah, yakni yang bertalian dengan keimanan seseorang contohnya iman kepada Allah, malaikatnya dsb.
2.Hukum-hukum khuluqiah, yakni yang bertalian dengan sifat-sifat utama yang di wajibkan manusia berhias dengannya dan sifat-sifat hina yang di wajibkan manusia menjauhinya.
3.Hukum-hukum amaliah, yakni yang bertalian dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf yang berupa perbuatan ibadah, muamalat dsb.
Dengan demikian periode rasul telah meninggalkan perundang-undangan yang sempurna yang mampu mencukupi kebutuhan kaum muslimin di segala lingkungan dan masyarakat.
0 Response to "Ikhtisar sejarah hukum islam"
Posting Komentar