Pondok secara bahasa berasal dari kata Funduuk yang artinya tempat penginapan. Kemudian di Indonesia kata pondok ini bermakna perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang merupakan tempat tinggal santri dalam menuntut ilmu.
Istilah pesantren sendiri secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri/ murid. Sehingga pesantren dimaknai sebagai tempat menuntut ilmu kepada Kyai dimana santri menempati tempat tinggal (pemondokan) yang ada.
Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Zamakhsyari Dhofier sebagaimana dikutip oleh Ridlwan Nasir menyatakan bahwa Pondok Pesantren memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lain, yaitu:
Istilah pesantren sendiri secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri/ murid. Sehingga pesantren dimaknai sebagai tempat menuntut ilmu kepada Kyai dimana santri menempati tempat tinggal (pemondokan) yang ada.
Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Zamakhsyari Dhofier sebagaimana dikutip oleh Ridlwan Nasir menyatakan bahwa Pondok Pesantren memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lain, yaitu:
- Adanya Kyai (Abuya, Encik, Ajengan, atau Tuan Guru) sebagai sentral figur yang biasanya juga disebut pemilik.
- Adanya asrama sebagai tempat tinggal para santri, dimana masjid sebagai pusatnya.
- Adanya pendidikan dan pengajaran Agama melalui system pengajian (weton, serogan, bendongan).
Jadi secara umum pesantren pasti terdiri dari minimal Kyai, Santri, Masjid, Asrama/ pondok, dan pengajian kitab (biasanya berupa kitab kuning).
Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan QurĂ¡n dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren (Dhofier, 1985: 28).
Hal penting yang menjadi nilai lebih pesantren menurut Ahmad Tafsir adalah bahwa pesantren telah berhasil menelurkan para Ulama’ juga pemimpin di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan karena kyai pada tiap pesantren memainkan peran sebagai filter bagi arus kebudayaan yang datang sehingga sampai kepada santri dalam keadaan baik. Hal lain yang membuat lulusan pesantren tidak kalah adalah karena pesantren selain mengajarkan ilmu Agama sebagai bentuk Hamblun min Allah juga mengajarkan bagaimana bersosialisasi dengan baik (hamblun min an-nass).
Menurut Mastuhu ada beberapa prinsip yang berlaku pada pendidikan dipesantren yang menggambarkan ciri utama pesantren:
- Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam. Anak didik dibantu untuk memahami makna hidup, serta tanggung jawabnya dalam masyarakat.
- Memiliki kebebasan yang terpimpin. Yaitu kebebasan yang tetap berlandaskan bahwa Allah yang menentukan segalanya, manusia hanya berusaha dengan kreatifitasnya.
- Kemandirian. Baik santri maupun pihak pesantren memiliki jiwa kemandirian dalam kehidupannya, sehingga santri tidak cengeng, dan berkembang menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah menyerah.
- Memiliki kebersamaan yang tinggi. Kehidupan mereka yang selalu bersama dengan keadaan yang sama pula mengakibatkan tertanamnya kebersamaan yang baik antara santri, ustadz, dan kyai.
- Penghormatan yang tinggi pada Guru. Hal ini kontras jika kita melihat keadaan sekolah Negeri misalnya yang beberapa muridnya tidak memiliki rasa hormat sedikitpun pada orang yang telah berjasa membimbing dan membantu mereka menjadi manusia berguna.
- Kesederhanaan. Sikap sederhana inilah yang menjiwai pesantren sehingga eksis hingga kini. Sederhana tidak identik dengan kemiskinan, tetapi lebih bersifat meletakkan sesuatu dengan proporsional.
Hal yang tak kalah penting dalam proses pendidikan dipesantren adalah adanya jiwa keikhlasan yang telah terpatri dalam setiap kyai dan pengurus pesantren. Karena umumnya para pengurus pesantren bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa berharap banyak pada materi. Juga charisma kyai/ pimpinan pesantren menjadi hal penting bagi keeksisan dan perkembangan pesantren.
Karakter yang membedakan Pesantren dengan Lembaga Pendidikan lain adalah bahwa Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengambangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya.
Secara umum, pesantren di Indonesia di klasifikasikan menjadi 3:
Karakter yang membedakan Pesantren dengan Lembaga Pendidikan lain adalah bahwa Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengambangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya.
Secara umum, pesantren di Indonesia di klasifikasikan menjadi 3:
- Pesantren salaf/ klasik, yaitu pesantren yang hanya mengajarkan pengajaran Agama yang modelnya biasanya berbentuk weton dan sorogan. Pesantren model ini kebanyakan melakukan pengajarannya pada tiap-tiap waktu sesudah shalat.
- Pesantren semi modern, pesantren yang sudah memulai pendidikannya dengan metode sekolah.
- Pesantren Modern, yaitu pesantren yang sudah mengadopsi sistem klasikal dan ditandai juga dengan adanya Madrasah, Diniyah, juga SMP dan SMU Islam.
Secara general Pesantren sekarang ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) sebagai inti pendidikan di pesantren. Sedang Pondok pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Hasbullah, 1999:155).
Pondok Pesantren pada dalam proses pendidikannya lebih menitikberatkan pada ajaran Agama, tetapi pada perkembangannya sekarang pendapat ini sedikit berubah mengingat beberapa pesantren telah mencoba menerapkan sistem sekolah baik madrasah maupun diniyah yang juga mengajarkan ilmu umum. Serta telah dilengkapinya pendidikan dengan peralatan laiknya sekolah modern seperti adanya laboratorium, komputerisasi, dll sehingga lulusan pesantren diharapkan memiliki kualitas yang sama dengan lulusan sekolah biasa. Jenis pesantren ini disebut dengan pesantren modern yang beberapa kalangan menilai sebagai pesantren ideal.
Hanya saja, perkembangan pesantren kearah yang modern ini seringkali melupakan khittahnya sebagai basis Agama sehingga tak jarang pesantren yang telah menerapkan system modern (barat) ini seperti kehilangan ruh, nilai dan jiwa. Sehingga tak jarang lulusan dari pesantren masih berkepribadian dengan moral yang jauh dari harapan. Hal ini bisa disebabkan barangkali karena banyak santri yang masuk berasal dari golongan kaya yang notabene selalu bersikap mewah, tidak mandiri, dan individualis. Kumpulan santri yang mempunyai sifat sama ini kemudian sedikit banyak menggerus jiwa kesederhanaan, dan kemandirian pondok. Disamping berkurangnya charisma kyai/ pemimpin pesantren dimata santri dan masyarakat seperti karena keterlibatan beberapa kyai dengan dunia politik, dll.
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Hasbullah, 1999:155).
Pondok Pesantren pada dalam proses pendidikannya lebih menitikberatkan pada ajaran Agama, tetapi pada perkembangannya sekarang pendapat ini sedikit berubah mengingat beberapa pesantren telah mencoba menerapkan sistem sekolah baik madrasah maupun diniyah yang juga mengajarkan ilmu umum. Serta telah dilengkapinya pendidikan dengan peralatan laiknya sekolah modern seperti adanya laboratorium, komputerisasi, dll sehingga lulusan pesantren diharapkan memiliki kualitas yang sama dengan lulusan sekolah biasa. Jenis pesantren ini disebut dengan pesantren modern yang beberapa kalangan menilai sebagai pesantren ideal.
Hanya saja, perkembangan pesantren kearah yang modern ini seringkali melupakan khittahnya sebagai basis Agama sehingga tak jarang pesantren yang telah menerapkan system modern (barat) ini seperti kehilangan ruh, nilai dan jiwa. Sehingga tak jarang lulusan dari pesantren masih berkepribadian dengan moral yang jauh dari harapan. Hal ini bisa disebabkan barangkali karena banyak santri yang masuk berasal dari golongan kaya yang notabene selalu bersikap mewah, tidak mandiri, dan individualis. Kumpulan santri yang mempunyai sifat sama ini kemudian sedikit banyak menggerus jiwa kesederhanaan, dan kemandirian pondok. Disamping berkurangnya charisma kyai/ pemimpin pesantren dimata santri dan masyarakat seperti karena keterlibatan beberapa kyai dengan dunia politik, dll.
Artikel ini diunduh dari http://www.nfbs.or.id:
0 Response to "Pondok Pesantren, antara Modernisasi dan Mempertahankan Khittah"
Posting Komentar